Search This Blog

Sunday 29 October 2017

BANGSA ARAB PADA MASA PEMERINTAHAN IMAM AHMAD BIN HANBAL

BAB 1
PENDAHULUAN
 Latar Belakang
Sejarah dan perkembangan ilmu fiqh tidak bisa lepas dari peranan penting para ulama mujtahid fiqh yang telah menggali lebih dalam berbagai persoalan hokum dengan mengembangkan prinsip-prinsip hokum yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Hingga hasil ijtihad tersebut akhirnya terkumpul menjadi sebuah jalan pemikiran mujtahid yang popular disebut madzab. 
 Mempelajari sosok pemilik madzab fiqh akan membantu kita untuk mempelajari secara detail usaha yang dilakukan oleh ulama tersebut dalam membangun bangunan kemadzabannya. Hal ini akan memberikan kita gambaran tentang bagaimana metode yang digunakan oleh ulama tersebut. 
 Untuk mendalami ilmu fiqh, mengenal riwayat hidup para mujtahid merupakan sebuah kewajiban, sebab hal ini akan mengantarkan mereka kepada pengenalan sejarah terbentuknya suatu madzab. Dengan demikian, mengenal sosok peletak dasar sebuah madzab adalah suatu upaya menyerap madzab dari sumber aslinya. 
Dari sekian banyak madzab ulama dalam ilmu fiqh, kami memfokuskan pembahasan mengenai biografi dan jalan pemikiran Imam Hambali. Semoga pembahasan dalam makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita terutama untuk memperluas wawasan keilmuan fiqh kita. 

Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Biografi Imam Hambali ?
2.      Bagaimana Pemikiran Fiqh Imam Hambali ?
3.      Kitab Apa saja yang di tinggal Oleh Iman Hambali ?
4.      Bagaimana Pemikiran imam Hambali tentang Fiqih ??
 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Mengetahui Biografi Imam Hambali
2.      Mengetahui Pemikiran Imam Hambali
3.      Untuk Mengetahui Bagaimana Riwayat Hidup imam hambali

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Riwayat IMAM AHMAD BIN HANBAL
Beliau adalah Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin ‘Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa’labah adz-Dzuhli asy-Syaibaniy atau Al Imam Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal Azzdahili Assyaibani atau Imam Ahmad bin Hanbal dan di Indonesia beliau disebut dengan nama Imam Hambali. Beliau lahir  di Bagdad pada bulan Rabi’ul Awwal  pada tahun 164 H. Dan beliau wafat pada permulaan hari Jumat tanggal 12 Rabi’ul Awwal tahun 241 H. Orang tua beliau pindah dari kota Marwa, tempat tinggal sang ayah, ke kota Baghdad. Di kota itu beliau dilahirkan, Ayah beliau, Muhammad, meninggal dalam usia muda, 30 tahun, ketika beliau baru berumur tiga tahun.
Ahmad bin Hanbal adalah seorang imam yang banyak berkunjung ke berbagai negara untuk mencari ilmu pengetahuan, antara lain : Siria, Hijaz, Yaman, Kufah dan Basrsh.
Beliau mendapatkan pendidikannya yang pertama di kota Baghdad. Saat itu, kota Bagdad telah menjadi pusat peradaban dunia Islam, yang penuh dengan manusia yang berbeda asalnya dan beragam kebudayaannya, serta penuh dengan beragam jenis ilmu pengetahuan. Di sana tinggal para qari’, ahli hadits, para sufi, ahli bahasa, filosof, dan sebagainya.
Setamatnya menghafal Alquran dan mempelajari ilmu-ilmu bahasa Arab di al-Kuttab saat berumur 14 tahun, beliau melanjutkan pendidikannya ke ad-Diwan.
Perhatian beliau saat itu memang tengah tertuju kepada keinginan mengambil hadits dari para perawinya. Beliau mengatakan bahwa orang pertama yang darinya beliau mengambil hadits adalah al-Qadhi Abu Yusuf, murid/rekan Imam Abu Hanifah.
Imam Ahmad tertarik untuk menulis hadits pada tahun 179 saat berumur 16 tahun. Beliau terus berada di kota Baghdad mengambil hadits dari syaikh-syaikh hadits kota itu hingga tahun 186. Beliau melakukan mulazamah kepada syaikhnya, Hasyim bin Basyir bin Abu Hazim al-Wasithiy hingga syaikhnya tersebut wafat tahun 183. Disebutkan oleh putra beliau bahwa beliau mengambil hadits dari Hasyim sekitar tiga ratus ribu hadits lebih.
Pada tahun 186, beliau mulai melakukan perjalanan (mencari hadits) ke Bashrah lalu ke negeri Hijaz, Yaman, dan selainnya. Tokoh yang paling menonjol yang beliau temui dan mengambil ilmu darinya selama perjalanannya ke Hijaz dan selama tinggal di sana adalah Imam Syafi’i. Beliau banyak mengambil hadits dan faedah ilmu darinya. Imam Syafi’i sendiri amat memuliakan diri beliau dan terkadang menjadikan beliau rujukan dalam mengenal keshahihan sebuah hadits. Ulama lain yang menjadi sumber beliau mengambil ilmu adalah Sufyan bin ‘Uyainah, Ismail bin ‘Ulayyah, Waki’ bin al-Jarrah, Yahya al-
Qaththan, Yazid bin Harun, dan lain-lain. Beliau berkata, “Saya tidak sempat bertemu dengan Imam Malik, tetapi Allah menggantikannya untukku dengan Sufyan bin ‘Uyainah. Dan saya tidak sempat pula bertemu dengan Hammad bin Zaid, tetapi Allah menggantikannya dengan Ismail bin ‘Ulayyah.”
Beliau baru menikah setelah berumur 40 tahun. Ada orang yang berkata kepada beliau, “Wahai Abu Abdillah, Anda telah mencapai semua ini. Anda telah menjadi imam kaum muslimin.? Beliau menjawab, “Bersama mahbarah (tempat tinta) hingga ke maqbarah (kubur). Aku akan tetap menuntut ilmu sampai aku masuk liang kubur.”
Dan memang senantiasa seperti itulah keadaan beliau: menekuni hadits, memberi fatwa, dan kegiatan-kegiatan lain yang memberi manfaat kepada kaum muslimin. Sementara itu, murid-murid beliau berkumpul di sekitarnya, mengambil darinya (ilmu) hadits, fiqih, dan lainnya. Ada banyak ulama yang pernah mengambil ilmu dari beliau, di antaranya kedua putra beliau, Abdullah dan Shalih, Abu Zur’ah, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Atsram, dan lain-lain.
Beliau menyusun kitabnya yang terkenal, al-Musnad, dalam jangka waktu sekitar enam puluh tahun dan itu sudah dimulainya sejak tahun tahun 180 saat pertama kali beliau mencari hadits. Beliau juga menyusun kitab tentang tafsir, tentang an-nasikh dan al-mansukh, tentang tarikh, tentang yang muqaddam dan muakhkhar dalam Alquran, tentang jawaban-jawaban dalam Alquran. Beliau juga menyusun kitab al-Manasik ash-Shagir dan al-Kabir, kitab az-Zuhud, kitab ar-Radd ‘ala al-Jahmiyah wa az-Zindiqah (Bantahan kepada Jahmiyah dan Zindiqah), kitab as-Shalah, kitab as-Sunnah, dan lain-lain. Beliau dapat menghimpun sejumlah 40.000 hadis dalam kitab Musnadnya.

   B. Mazhab( pendapat / Paham )  Imam Ahmad bin Hanbal
1. Dasar-dasar Mazhabnya.
Adapun dasar-dasar mazhabnya dalam mengistinbatkan hukum adalah :
Nash Al Qur-an atau nash hadits.
Fatwa sebagian Sahabat.
Pendapat sebagian Sahabat.
Hadits Mursal atau Hadits Doif.
Qiyas.
Dalam menjelaskan dasar-dasar fatwa Ahmad bin Hanbal ini didalam kitabnya I’laamul Muwaaqi’in.
2. Pengembang-pengembang Mazhabnya
Adapun ulama-ulama yang mengembangkan mazhab Ahmad bin Hanbal adalah sebagai berikut :
Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Hani yang terkenal dengan nama Al Atsram; dia telah mengarang Assunan Fil Fiqhi ‘Alaa Mazhabi Ahamd.
Ahmad bin Muhammad bin Hajjaj al Marwazi yang mengarang kitab As Sunan Bisyawaahidil Hadis.
Ishaq bin Ibrahim yang terkenal dengan nama Ibnu Ruhawaih al Marwazi dan termasuk ashab Ahmad terbesar yang mengarang kitab As Sunan Fil Fiqhi.
Ada beberapa ulama yang mengikuti jejak langkah Imam Ahmad yang menyebarkan mazhab Hambali, diantaranya : Muwaquddin Ibnu Qudaamah al Maqdisi yang mengarang kitab Al Mughni.
Syamsuddin Ibnu Qudaamah al Maqdisi pengarang Assyarhul Kabiir.
Syaikhul Islam Taqiuddin Ahmad Ibnu Taimiyah pengarang kitab terkenal Al Fataawa.
Ibnul Qaiyim al Jauziyah pengarang kitab I’laamul Muwaaqi’in dan Atturuqul Hukmiyyah fis Siyaasatis Syar’iyyah.Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qaiyim adalah dua tokoh yang membela dan mengembangkan mazhab Hambali.
C.    Kitab Peninggalan Imam Ahmad bin Hanbal
Imam Ahmad bin Hanbal telah meninggalkan sederet warisan berupa kitab-kitab ilmu agama yang ditulis sepanjang hidupnya. Berikut ini adalah karya sang Imam: * Kitab Al Musnad Al-Kabir: memuat lebih dari 27 ribu hadis.
·          Kitab at-Tafsir. Menurut Adz-Dzahabi, kitab ini telah hilang.
·          Kitab an-Nasikh wa al-Mansukh
·          Kitab at-Tarikh
·         Kitab Hadis Syu'bah
·         Kitab al-Muqaddam wa al-Mu'akkhar fi Alquran
·         Kitab Jawabah Alquran
·          Kitab al-Manasik al-Kabir
·         Kitab al-Manasik as-Saghir
·         Kitab al-'Ilal
·         Kitab al-Manasik
·         Kitab az-Zuhd
·         Kitab al-Iman
·         Kitab al-Masa'il
·         Kitab al-Asyribah
·         Kitab al-Fadha'il
·         Kitab Tha'ah ar-Rasul
·         Kitab al-Fara'idh
·         Kitab ar-Radd ala al-Jahmiyyah Ulama Terkemuka Pengikut Mazhab Hambali
·         Al-Khallal (wafat 311 H) adalah seorang pelajar dari sahabat dekat dan murid
Imam Hambali. Ia berjasa telah mengumpulkan tanggapan Imam Ahmad bin Hanbal dari murid-muridnya yang tersebar di seluruh dunia Islam. * Al-Khiraqi (wafat 334 H). Ia adalah ulama yang meringkas Jami' al-Khallal ke dalam sebuah buku pegangan fikih, induk dari seluruh buku pegangan fikih dalam Mazhab Hambali. * Ghulam al-Khallal (wafat 363 H). Ia adalah murid Al-Khallal dan penulis sejuhmlah kitab dalam berbagai disiplin ilmu. * Ibnu Hamid (wafat 403 H). Ulama yang satu ini tercatat sebagai penganut Mazhab Hambali terkemuka di zamannya. * Al-Qadhi Abu Ya'la (wafat 458 H). Sejatinya dia adalah ulama yang terlahir dari keluarga yang menganut Mazhab Hanafi. Setelah belajar dari Ibnu Hamid, ia akhirnya menjadi ulama yang mengembangkan Mazhab Hambali. * Abu al-Khattab (wafat 510 H). Ia adalah murid dari Al-Qadhi Abu Ya'la. Abu Al-Khattab tercatat sebagai penulis sederet kitab yang juga sangat penting dalam pengembangan Mazhab Hambali. Salah seorang muridnya adalah `Abd al-Qadir al-Jailani. * Abu Isma'il al-Harawi (wafat 481 H). Ia adalah ulama dan ahli hukum yang beraliran Mazhab Hambali. Ia dikenal sebagai salah seorang Sufi terkemuka dalah sejarah. Kitabnya yang paling terkenal adalah Manazil al-Sa'irin, sebuah buku pegangan dalam Tasawuf. * Abdul-Qadir al-Jailani (wafat 561 H). Ia adalah ulama bermazhab Hambali. Seorang pemuka agama yang hebat dan sufi yang berpengaruh. Ia pendiri Tarekat Qadiriyah. * Ibnu al-Jawzi (wafat 597 H). Dikenal sebagai ahli hukum, ahli tafsir yang turut mengembangkan Mazhab Hambali. * Ibnu Qudama al-Maqdisi (wafat 620 H). salah seorang ulama terkemuka yang mengembangkan Mazhab Hambali. Ia termasyhur lewat buku hukumnya yang berjudul Al-Mughni. * Majd al-Din Ibn Taymiyah (wafat 653 H). Pakar bahasa, ahli hukum, dan tafsir dari Harran ini juga dikenal sebagai ulama yang mengembangkan Mazhab Hambali. Taqi al-Din Ibn Taymiyah (wafat 728 H). Inilah tokoh legendaris dalam sejarah Islam.
            Dan dengan keteguhan di atas kebenaran yang Allah berikan kepadanya itu, maka madzhab Ahlussunnah pun dinisbatkan kepada dirinya karena beliau sabar dan teguh dalam membelanya. Ali bin al-Madiniy berkata menggambarkan keteguhan Imam Ahmad, “Allah telah mengokohkan agama ini lewat dua orang laki-laki, tidak ada yang ketiganya. Yaitu, Abu Bakar as-Shiddiq pada Yaumur Riddah (saat orang-orang banyak yang murtad pada awal-awal pemerintahannya), dan Ahmad bin Hanbal pada Yaumul Mihnah.”
Daerah yang Menganut Mazhab Imam Ahmad bin Hanbal
Awal perkembangannya, mazhab Hambali berkembang di Bagdad, Irak dan Mesir dalam waktu yang sangat lama. Pada abad XII mazhab Hambali berkembang terutama pada masa pemerintahan Raja Abdul Aziz As Su’udi. Dan masa sekarang ini menjadi mazhab resmi pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai penganut terbesar di seluruh Jazirah Arab, Palestina, Siria dan Irak.
PEMIKIRAN ISLAM TENTANG FIQIH OLEH IMAM HAMBALI

            Ahmad ibn Hanbal (Imam Hambali) menyibukkan diri sebagai seorang yang Ahli Hadist (tradisionalist), para ahli theology menyetujui bahwa Imam Hambali sebagai Ahli Hadist. Adapun hasil pemikirannya tentang Islam mengenai ilmu fiqih sebagai berikut.
1.      Najis dan bersuci
Menurut madzhab Imam Hambali tentang bersuci, Imam Hambali berpendapat bahwa: “Najis tidak dapat dihilangkan kecuali dengan air”. Dari pendapat Imam Hambali tersebut, kami dapat memberi sebuah pendapat bahwa yang dimaksudkan oleh Imam Hambali adalah najis tidak akan dikatakan hilang apabila belum dibasuh dengan air. Namun air yang seperti apa? Apakah bisa dengan sembarang air atau bagaimana? Itulah pertanyaan yang timbul ketika kami berfikir tentang pendapat Imam Hambali mengenai bersuci. Kemudian ada sebuah pendapat Imam Hambali kembali mengenai bersuci, “Air tersebut tidak dapat dipergunakan untuk bersuci”. Pernyataan inilah yang seakan membuat kami menjadi bertanya-tanya, air seperti apakah yang dimaksudkan? Maka kami dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud oleh Imam Hambali ialah air yang mampu untuk bersuci harus memiliki syarat mutlak yaitu air yang suci sekaligus mensucikan. Artinya banyak sekali jenis air yang suci namun belum tentu mensucikan.
 Wudhu
Ada beberapa pendapat Imam Hambali mengenai Wudlu, antara lain:
§  Membaca Basmalah ketika wudlu adalah wajib.
§  Berkumur dan menghirup air kedalam hidung adalah sunnah didalam wudlu serta mandi.
§  Wajib mengusap seluruh kepala.
§  Disunnahkan mengusap kepala dengan sekali sapu.
§  Kedua telinga termasuk bagian kepala. oleh karena itu, disunnahkan mengusap keduanya ketika mengusap kepala.
§  Sunnah mengusap kepala serta telinga dengan sekali usap.
§  Boleh mengusap kedua kaki, boleh juga memilih antara membasuh dan mengusap seluruh kaki.
§  Tertib didalam wudlu itu wajib.
Dari beberapa pendapat Imam Hambali tersebut, kami dapat memberi pendapat bahwa dalam hal wudlu ataupun rukun wudlu itulah yang sekarang ini dianut oleh kebanyakan masyarakat Islam di Indonesia. Namun ada sebuah kekurangan atas pendapat Imam Hambali dalam hal wudlu yang sebenarnya wajib dilakukan dalam rukun wudlu yaitu mengenai membasuh wajah atau muka.
 Tayamum
Menurut Imam Hambali mengenai Tayamum, ada beberapa pendapat yang dikemukakan yaitu antara lain:
§  Tidak boleh bertayamum kecuali dengan tanah yang suci atau dengan pasir yang berdebu.
§  Mengusap sampai kesiku adalah mustahab (sunnah), sedangkan sampai kepergelangan tangan adalah wajib.
§  Tayamum akan batal secara mutlak jika telah menemukan air.
§  Tidak boleh mengerjakan dua sholat fardu dengan satu tayamum, baik bagi orang mukmin ataupun musyafir.
Dari beberapa pendapat Imam Hambali tersebut mengenai Tayamum, maka kami berpendapat bahwa tata cara bertayamum serta hal yang membatalkan tayamum sudah sejalan dengan dasar hukum islam yaitu Al-qur’an. Namun seperti halnya pendapat Imam Hambali mengenai wudlu,dalam tayamum ini pun sama. Masih ada sebuah kekurangan tentang mengusap wajah atau muka.
Disamping itu, kami berpendapat mengenai tayamum yang tidak boleh mengerjakan dua waktu sholat fardu dengan satu tayamum. Artinya ialah hanya satu waktu sholat saja untuk satu tayamum,apabila untuk melaksanakan sholat fardu berikutnya harus melakukan tayamum kembali.
1.      Sholat
Imam Hambali berpendapat mengenai Sholat antara lain:
§  Menutup aurat termasuk syarat-syarat sholat.
§  Mengangkat kedua tangan pada waktu takbirotul ikhrom ada tiga pendapat, yaitu sejajar bahu, sejajar telinga dan boleh memilih diantara keduanya.
§  Bersedekap dengan meletakkan kedua tangan dibawah pusar.
§  Wajib membaca Surat Al fatihah pada setiap roka’at sholat.
Berdasarkan pendapat Imam Hambali tersebut mengenai Sholat,kami berpendapat bahwa dalam sholat seorang muslim atau muslimat wajib menutup anggota tubuh mereka yang sebagai daerah terlarang untuk diperlihatkan (aurat),karena dari segi moral bertujuan untuk menjaga kesopanan dan harga diri seseorang.
Mengenai mengangkat tangan saat takbirotul ikhrom sebagian orang ada yang sejajar bahu, Namun ada pula yang melakukannya sejajar telinga. Kedua hal tersebut sah untuk dilakukan, akan tetapi lebih baik dilakukan dengan sejajar bahu. Karena sesuai dengan anjuran Rosulullah SAW. Begitu pula dengan tata cara bersedekap,lebih baik diletakkan diatas pusar atau lebih tepatnya di ulu hati.
Selain itu mengenai wajibnya membaca surat Al fatihah itu sangat diharuskan, karena itu termasuk rukun dan syarat sahnya sholat. Jika hal itu tidak dilakukan maka sholat yang dilakukan dapat dikatakan sia-sia.
 Zakat
Mengenai membayar zakat, Imam Hambali berpendapat bahwa “Jika seseorang memiliki barang sampai nisab, maka ia harus mengeluarkan zakatnya”. Artinya bahwa seseorang yang memiliki harta atau kekayaan yang sudah mencapai nisab (berat timbangan) sesuai dengan hukum islam. Maka diwajibkan untuk mengeluarkan zakat. Hal ini bertujuan agar kita belajar untuk saling berbagi dengan sesama, karena semua hal yang kita punya adalah titipan yang sifatnya sementara.
 Puasa
Menurut Imam Hambali mengenai puasa, ada beberapa pendapat diantaranya:
§  Waktu niat dalam berpuasa ramadhan antara terbenam matahari hingga waktu fajar kedua (fajar sadiq).
§  Puasa dikatakan batal jika melakukan persetubuhan, namun jika makan tidak dikatakan batal.
Dari beberapa pendapat Imam Hambali mengenai puasa, kami dapat memberikan pendapat bahwa dalam melakukan niat puasa dibulan ramadhan itu pada waktu tenggelam matahari, lebih tepatnya setelah kita usai mengerjakan sholat tarawih hingga sebelum terbit fajar. Niat tersebut bias saja didalam hati ataupun diucapkan, karena untuk lebih meyakinkan serta memantapkan akan apa yang akan dilakukan termasuk niat berpuasa.
Pendapat Imam Hambali mengenai batalnya puasa jika bersetubuh, namun jika makan puasa itu tidak batal. Imam Hambali berpendapat demikian dengan catatan bahwa ada unsur paksaan. Namun seperti yang kita tahu bahwa puasa ialah menahan lapar dan dahaga serta hawa nafsu dari terbit fajar sampai tenggelamnya matahari. Menurut kami atas dasar pengertian puasa tersebut, bagaimana pun keadaannya. jika kita makan maka puasa pada saat itu juga dapat dikatakan batal.



BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Masyarakat Bangsa Arab pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama tentang pemikiran islam akan hukum. Hal ini sangat berbeda sekali dengan keadaan masyarakat Bangsa Arab pada masa Rosul, karena tongkat kekuasaan dan wewenang ada ditangan Rosul sendiri. Di masa sahabat mulai timbul beberapa perbedaan paham dalam menetapkan hukum.
Atas dasar perselisihan tersebut maka timbullah madzhab dengan imamnya masing-masing yang termasuk diantaranya ialah madzhab Imam Hambali. Dalam pemikiran Islam Imam Hambali terdapat ketimpangan dengan sumber hukum Islam yaitu Al-qur’an. Namun ada pula yang sesuai dengan sumber hukum Islam tersebut.
 Saran
Berdasarkan penjelasan pada pembahasan tersebut, kami selaku penyusun dapat memberikan saran bagi para pembaca sebagai berikut.
§  Hendaknya jika kita memperoleh sebuah persoalan tentang Islam, baik dari  segi hukum, aqidah, ibadah, dan lain sebagainya. Untuk memperoleh kepastian akan permasalahan tersebut, maka kita haruslah berdasar pada Al-qur’an dan As-sunnah.
§  Apabila kita memperoleh sebuah informasi atau pendapat dari orang lain tentang Islam, jangan kita langsung menelan mentah-mentah. Artinya kita harus mencari tahu terlebih dahulu akan kebenarannya dengan dasar yang kuat yaitu Al-qur’an dan As-sunnah.







DAFTAR PUSTAKA

 Armstrong,Karen.2002.Islam Sejarah Singkat.Yogyakarta:Jendela.
Hassan,Ibrahim Hassan.1989.Sejarah dan Kebudayaan Islam.Yogyakarta:Kota Kembang.
Shiddieqy,Teungku Muhammad Hasbi Ash.1999.Pengantar Ilmu Fiqih.Semarang:PT. Pustaka Rizki Putra




No comments:

Post a Comment