KATA PENGANTAR
Puji syukur
kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta
karunia-Nya kepada kami semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik.
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, kami
semua dapat menyusun, menyesuaikan, serta dapat menyelesaikan sebuah makalah
ini. Di samping itu, kami mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yan
telah banyak membantu kami dalam menyelesaikan pembuatan sebuah makalah
ini, baik dalam bentuk moril maupun dalam bentuk materi sehinggadapat
terlaksana denan baik.
Kami, sangat menyadari sepenuhnya
bahwa makalah kami ini memang masih banyak kekurangan serta amat jauh
dari kata kesempurnaan. Namun, kami semua telah berusaha semaksimal mungkin
dalam membuat sebuah makalah ini. Di samping itu, kami sangatt
mengharapkan kritik serta saran nya dari semua teman-teman demi tercapainya kesempurnaan yang di harapkan dimasa
akan datang.
Pasir
pengaraian, 24 September 2018
ERWIN NOGORI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A.
Latar Belakang 1
B.
Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A.
Landasan Teori 2
B.
Pembahasan Pokok 2
BAB III PENUTUP 11
A.
Kesimpilan 11
B.
Saran 11
DAFTAR PUSTAKA 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Bangsa Melayu
telah memainkan peranan yang sangat penting dalam perjalanan sejarah bangsa
Indonesia bahkan dunia. Sebagianya, kita yang sekarang sebagai bangsa Indonesia
adalah bangsa Melayu. masyarakat yang mendiami wilayah bekas kerajaan-kerajaan
Melayu seperti di wilayah provinsi Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat,
serta sebagian Sumtera Utara, Sumatera Selatan, Jambi, juga Malaysia,
Singapura, Thailand bagian selatan, Brunei Darusalam, serta negeri-negeri Melayu
lainnya di Nusantara.
Dalam penulisan
makalah ini kami akan membahas tentang sejarah Melayu yang dibatasi pada unsur
memaknai Melayu, datang sebagai Melayu, kerajaan di kawasan Melayu awal,
periodesiasi perkembangan bahasa Melayu, dan sejarah Melayu sebagai Genre
sintesis yang merangkumi genre adab. Setidaknya dapat memberikan gambaran
tentan sejarah Melayu
B. Tujuan
1. Mengetahui asal usul melayu dan
etnis lainnya di Rokan Hulu.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Landasan Teori
Di Kabupaten Rokan Hulu
pelbagai kebudayaan telah terwujud dari berbagai etnis (Melayu, Mandailing, dan
Jawa). Dari pelbagai kebudayaan yang ada di Rokan Hulu tentu setiap etnis
memiliki ciri-ciri kebudayaan sendiri-sendiri yang masih di pertahankan sampai
sekarang. Di bawah ini akan dipaparkan temuan-temuan data-data kebudayaan Etnis
Melayu, Mandailing dan Etnis Jawa dari penelitian lapangan. Sebagaimana
diketahui bahwa kebudayaan adalah hasil cipta, karsa dan rasa manusia oleh
karena tu kebudayaan tentu akan mengalami perubahan-perubahan dan perkembangan,
sejalan dengan perkembangan kehidupan manusia.
Kebudayan yang dimiliki
dan yang ada di Rokan Hulu dari tiga etnis (Melayu, Mandailing dan Jawa) tidak
akan dapat menghindar dari pengaruh kebudayaan kelompok-kelompok etnis lain
yang ada di Kabupaten Rokan Hulu dengan adanya kontak-kontak antar kelompok
etnis atau melalui proses difusi dimana di dalam kehidupan sosial setiap etnis
(Melayu, Mandailing, dan Jawa) di Kabupaten Rokan Hulu terdapat beberapa pengadopsian
suatu nilai-nilai budaya yang dikarenakan pengaruh faktor-faktor lingkungan
fisik.
B.
Pembahsan Pokok
Sejarah atau Asal Usul Kedatangan
•Etnis melayu
Menurut sejarah kerajaan Rokan telah ada pada abad ke
13 pertama kali berpusat di Koto Intan suatu daerah dekat Kotalama dan
berpindah-pindah sampai ke Pekaitan dan akhirnya di Rantau Kasai. Setelah
kerajaan di Pekaitan runtuh dan Rajanya melarikan diri ke siarang-arang, maka
berabad-abad tidak disebutkan lagi dalam sejarah sekitar Selat Malaka sampai berbentuk
kerajaan-kerajaan kecil di Rokan bagian hulu dan hilir.
Rokan Hulu terbentuk menjadi lima luhak, masing-masing
3 luhak di Rokan Kanan (Luhak Tambusai, rambah dan Kepenuhan) dan dua luhak di
Rokan Kiri (Luhak Rokan IV Koto dan Kunto Darusslam). Hal ini didasarkan dari
kerajaan yang terbentuk pada masa dahulu.
Etnis yang menempati Luhak Rambah pada masa dahulu
adalah etnis Melayu dan etnis Mandailing. Suku Melayu terutama di Luhak
Rambah asal usulnya dari daerah Tambusai, dimasa dahulu yang dipertuan Tua Raja
ke VII kerajaan Tambusai memiliki dua orang putra dan satu puteri yaitu anak
dari para gundik dan yang satu anak dari pada Gaharu, istilahnya gaharu adalah
istri raja atau keturunan bangsawan sementara gundik itu orang kebanyakan, oleh
raja pada waktu ingin kedua anaknya memerintah yang bernama :
1.T.M.Ali
Bahar Gelar Tengku Raja Muda
2.T.Al
Mukamil Gelar yang dipertuan akhir zaman
3.Siti
Dualam
Jadi jelas Rambah merupakan adik dari kerajaan
Tambusai. Pada masa itu Raja Tambusai mempunyai dua orang anak.
Setelah
selesai melihat wilayah yang akan dijadikan awal kerajaan Rambah, Tengku Raja
Muda dan rombongan menghadap keluarga dengan akhir kata diberilah kerajaan
Tambusai oleh Raja Tua kepada anaknya yang pertama sementara yang dipertuan
akhir zaman diberi selembang karang, 9 persukuan lengkap dengan orang besar 4
orang di Balai dan suku anak raja-raja sebanyak 5 induk yang dipakai oleh
Tengku Muhammad, sementara anak raja yang akan menjadi Raja Rambah ini
diberilah senjata Pedang Berikat dan Sinambung Songsang dan 7 persukuan lengkap
dengan datuk-datuk dan suku anak raja sebanyak 3 buah induk yang dikepalai oleh
Sutan Mahmud, disitulah dibuat suatu sumpah yang berbunyi :
1. Apabila kami dari kerajaan Rambah
hendak mengangkat Raja kerajaan, kerajaan Tambusailah yang berhak mengangkat
atau menambalkannya, turun-temurun hingga ke anak cucu.
2. Apabila putus tidak ada keturunan
dari kami yang berhak menjadi Raja Rambah. Raja Tambusailah yang berhak
menggantikannya.
3. Antara kerajaan yang ada hendaklah
bersatu padu terutama antara kerajaan Tambusai dan kerajaan Rambah tidak boleh
bermusuhan, berdengkian, dan aniaya.
4. Setiap suku pihak Tambusai yang
ingin masuk ke Rambah atau sebaliknya tidak boleh dilarang, halang-menghalangi
dan dihukum.
5. Apabila pihak yang Rambah tidak
mematuhi ada pusaka dibenarkan kembali ke Tambusai tanpa ada larangan dan
tuntutan.
6. Kalau Raja Rambah mangkat hendaklah
segera memberi tahu ke kerajaan Tambusai, dengan memakai baju warna coklat.
Sebab
muka seandainya kami mengubah, melanggar sumpah setia ini maka ditimpa daulat
beberapa tinggang dari datuk, nenek kita, serta dikutuk oleh sultan Maharaja
Diraja Alam Pagaruyung, dengan dasar inilah satu diberikan daerah lain yaitu
daerah Rambah, asal muasal kalimat Rambah dikarenakan daerah yang akan
dijadikan wilayah, atau dirambahkanlah itu satu daerah. Kerajaan Rambah
kemudian pindah ke pasir pengaraian.
•Etnis Mandailing
Keberadaan suku bangsa Mandailing yang bermukim di
wilayah Rokan Hulu merupakan komunitas yang cukup tersebar merata di setiap
wilayah Rokan Hulu. Berhubungan dengan suku bangsa Mandailing di tanah Rokan
Hulu tentu tidak lepas dari asal usul suku Mandailing itu sendiri dimana
mandailing berasal dari kata mande hilang (dalam bahasa Minangkabau) yang
artinya “ibu yang hilang”.
Versi lain mengatakan bahwa nama mandailing berasal
dari kata mandala holing, adalah satu kerajaan yang diperkirakan sudah ada
sejak abad ke-12. Cakupan wilayah kerajaan mandala holing diperkirakan
terbentang dari portibi di padang lawas hingga ke Pidoli di dekat Penyabungan
Mandailing Godang. Berkaitan dengan hal ini, orang-orang Mandailing juga sering
menyebut kata holing yang bagi mereka mungkin memiliki arti yang cukup penting,
seperti tertuang dalam ungkapan berikut ini :
…muda
tartiop opat na
ni
paspas naraco holing
ni
ungkap buntil ni adat
ni
suat dokdok ni hasalaan
ni
dabu utang dohot baris…
Ungkapan
di atas kurang lebih berarti, bahwa untuk mengadili seseorang harus didasarkan
kepada empat syarat yaitu :
1. Naraco Holing (suatu lambang
pertimbangan yang seadil-adilnya) dibersihkan
2. Ketentuan adat
3. Diukur beratnya kesalahan
4. Hukuman
Selain itu, kata holing juga terdapat dalam ungkapan surat
tumbaga holing na so rasasa, yang secara harfiah artinya”surat tumbaga holing
yang tidak mau hapus”. Maksudnya adalah bahwa ketentuan adat-istiadat tersebut
akan tetap menjadi panutan hidup orang Mandailing selama-lamanya.
Terminologi Mandailing mengandung dua macam pengertian
yang tidak sama, akan tetapi keduanya saling mengikat dan tidak terpisahkan,
yaitu pengertian budaya dan territorial. Dalam pengertian”budaya”, Mandailing
adalah salah satu kelompok etnik atau suku bangsa. Karena menurut Koentjaraningrat,
suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan
identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangka kesadaran dan identitas tadi
seringkali dikuatkan oleh kesatuan bahasa. Sedangkan dalam pengertian
“territorial”, mandailing adalah salah satu wilayah tertentu yang terletak di
kabupaten Tapanuli selatan Propinsi Sumatera Utara.
•Huta dan Banua
Wilayah pemukiman orang Mandailing disebut Huta atau
Banua. Sedangkan kehidupan sosial budaya orang mandailing berlangsung di dalam
huta yang memiliki satu kesatuan wilayah dengan batas-batas tertentu. Sikap
huta berada di bawah sistem pemerintahan sendiri yang demokratis dan bersifat
otonom yang dipimpin oleh seorang raja. Oleh karena yang memimpin pemerintahan
adalah seorang raja, maka huta atau banua tersebut dapat disebut horajaon
(kerajaan kecil) sesuai dengan cakupan wilayahnya yang umumnya tidak begitu
luas.
Menurut tradisi, yang diangkat menjadi raja hanyalah
kaum laki-laki saja, dan adanya sejumlah huta di mandailing disebabkan oleh
kepindahan orang-orang mandailing dari huta asal ke tempat-tempat lain untuk
mendirikan atau membuka tempat pemukiman baru (disebut mamungka huta).
Etnis mandailing masuk ke Rokan hulu pada masa yang
dipertuan raja ke VII kerajaan Tambusai, setelah raja tua, maka tampuk
kekuasaan diserahkan kepada anaknya yang pertama Tegku Raja Muda, sementara
pada kerajaan Padang Gelugur yang diperintah oleh Sutan perempuan (Raja Wanita)
sedang terjadi perang saudara sehingga mereka mengalami kekalahan lalu turun kebawah
meninggalkan kerajaan Gelugur yang membawa dua orang cucu yaitu anak keenam
dari ketujuh dari Barora yaitu sutan Tua Raja Sulot, dan adiknya Sutan Namora
Raja (panyulot) dan tujuh keluarga/marga.
Pada saat itu etnis Mandailing menuju Sosa Kerajaan
Tambusai disitulah terjadi hubungan karena adanya hubungan pernikahan dengan
bernama Suri Lindung Bulan mereka diberi tempat tinggal di Pisang Kolot selama
32 tahun barulah mereka pindah ke Kerajaan Rambah. Pada kerajaan Melayu itu
yaitu Tengku Raja Muda mempunyai keinginan untuk mendirikan kerajaan baru
ditengah perjalanan ke Rambah mereka bertemu kelompok orang pertamanya
berjumlah 100 dan yang ke dua berjumlah 50 orang kedua kelompok orang itu
memohon untuk bergabung dan untuk minta pekerjaan makanya yang seratus orang
diserahkan kepada adik Raja Tengku Raja Muda yaitu yang Dipertuan Akhir Zaman
dan yang 50 orang dipekerjakan sendiri oleh Tengku Raja Muda.
Tujuh
kampung berawal dari perjanjian oleh Dipertuan Akhir Zaman dengan rombongan
perempuan yaitu Sutan Perempuan ke Rambah isi perjanjian itu adalah :
1. Sutan Perempuan Ke Rambah dengan
tugas mengusir orang-orang Lubuk sampai kerajaan Rambah bebas dari kerajaan
atau orang Lubuk
2. Sutan Perempuan (Orang Mandailing)
diperbolehkan membuat perkampungan di daerah yang didudukinya dan boleh
mengatur adat istiadatnya sendiri sepanjang tidak bertentangan dengana adat
istiadat Kerajaan Rambah.
3. Boleh menyusun pemerintahan sendiri
sepanjang tidak menentang Karajaan Rambah
4. Sultan Perempuan mengadakan hubungan
baik dengan kerajaan Rambah dan menantang semua musuh dari luar
5. Sutan Perempuan tidak boleh
mengadakan hubungan keluar kecuali dengan kerajaan Rambah dan kalaupun ada
hubungan keluar harus melalui Raja Rambah.
Perjanjian
antara Raja Rambah dengan Sultan Perempuan di Batang Samo, Batang Samo sendiri
artinya karena kedua kerajaan ini sama-sama bertemu di sungai dan sama-sama
mencari kayu dan disitu didirikan perkampungan untuk Sutan Perempuan
(Mandailing). Perjanjian antara Raja Rambah dengan Sultan Perempuan berbunyi :
1. Sultan Perempuan diberi hak untuk
dapat menggunakan atau memakai tanah disebelah barat sepanjang bukit barisan
yang mana sekarang ini ditempati oleh orang Lubuk secara tidak sah.
2. Sutan Perempuan diberi hak untuk
mengusir seluruh orang Lubuk
3. Sultan Perempuan diberi hak pula
untuk membangun negeri, dan dibenarkan membina dan mengurus rombongan yang
dibawa dari Tapanuli Selatan.
4. Sultan Perempuan boleh mengatur dan
mendirikan adat istiadat sendiri dan boleh memakai pakaian adat Mandailing
berhak memakai pakaian kuning bagi Raja Mandailing.
5. Tidak boleh serang menyerang antara
kerajaan Rambah dan rombongan Sutan Perempuan dan apabila Kerajaan Rambah
diserang dari luar supaya Sutan Perempuan dan rakyatnya membantu Raja Rambah.
Dan apabila orang Mandailing diserang dari luar tidak mewajibkan Raja Rambah
ikut membantu.
Pada
saat terjadi peperangan di Kubu Pauh, Kubu Patembang dan Kubu Baru dibuatlah
perjanjian antara etnis Mandailing dan etnis Melayu (Raja Rambah) yaitu :
Rombongan
Sutan Perempuan diberi nama Napitu Huta (Sutan Na Opat Mangaraja Natolu, dan
Nan Beratur, Mangaraja Marbaris) dimana diberi sutan atau mangaraja dan menjadi
raja/kepala kerapatan/hulu sembah negeri masing-masing dan diberi hak
kekuasaan.
1. Boleh menghukum atau mengadili di
negerinya
2. Boleh berhubungan dengan luar
3. Boleh mengambil hasil daerah
4. Boleh mengatur adat istiadat sendiri
yaitu adat jujuran
5. Boleh menggunakan/memakai pakaian
adat Raja Mandailing pakaian warna kuning.
Pada masa Raja Tengku Ibrahim gelar
raja yang dipertuan besar diberilah gelar atau hak bagi setiap kampung yaitu :
1. Kubu Baru atau Batang Samo
pembesarnya bergelar Laut Api/Sutan Na Lobi, Sutan Mangamar bagi Batang Samo.
2. Haiti dengan kebesaran Sutan Tuah
disitu berganti dengan Sutan Laut Api
3. Menaming dengan kebesaran Sutan Kumalo
Bulan, kemudian Tangun disitu Sutan Silindung
4. Pawan dengan Mangaraja Timbalan
5. Tanjung Berani dengan gelar
Mangaraja Timbalan
6. Sungai Pinang dengan gelar Mangaraja
Timbalan
Sutan
Mangatur, Mangaraja Berbaris adalah :
1. Sigatal kepala adatnya Sutan Bongsu
2. Gunung Intan kepala adatnya Sutan
Mangabar/Sutan Simawal
3. Huta Lolot Tangun kepala adatnya
Sutan Mangabar/Sutan Palembang
4. Huta Padang Tangun kepala adatnya
Sutan Badullah/Mangaraja Kayo
5. Langgar Payung kepala adatnya Sutan
Guru
6. Rambahan kepala adatnya Said
mangaraja/Said Johor
7. Muara Katogan kepala adatnya Sutan
Mongol/Sutan Perempuan
8. Haiti Hilir kepala adatnya Sutan
Kumalo Gunung
9. Sungai Salak kepala adatnya Ja
salindung/Ja Bangun
10. Ujung Padang Tangun kepala adatnya
Mengaraja Lembang/Mangaraja Kayo
11. Janji Raja kepala adatnya mangaraja
Khotib/mangaraja Putih
12. Kepala Bondar kepala adatnya
Mangaraja Malim/Mangaraja Harang.
Dimana setiap Sutan tadi harus berinduk sehingga
adalah aturan di dalam suku Mandailing dimana Sutan Na Opat, Mangaraja Na Tolu
berbapak atau berinduk kepada Sultan Mahmud, kemudian Sutan Maratur Marbaris
berinduk kepada sutan laut api, dan setiap kampung itu yang berdiri di Napitu
Huta tunduk kepada sutan atau mangaraja yang ada di daerah tersebut.
Sementara sejarah kedatangan Mandailing menurut Bapak
Doli Siregar di Janji Raja. Kedatangan etnis Mandailing memiliki priode-priode
yaitu Tambusai selama empat puluh tahun, Rambah Samo, dan terakhir sampai di
Haiti.
Berdasarkan
Tokoh masyarakat M. Nur Daulay etnis Mandailing datang ke Rokan Hulu kira-kira
enam ratus tahun. Berkelompok semua tujuh suku datang dari Tapanuli Selatan
karena peperangan di Siantar perang saudara gara-gara tuan boru
menghancurkan dan membakar kampung-kampung dan rumah-rumah kemudian etnis
Mandailing ini menyingkir dan lari ke Riau yang bermukim di Bukit Rurang,
Sosa (Muara Kacang Kolot) Gunung Simbaktor, Gunung Simarawo-rawo. Sementara
tokoh masyarakat Yacub Siregar menyatakan pada awalnya etnis Mandailing masuk
daerah Rokan Hulu sebelum perang Paderi berlangsung.
•Etnis Jawa
Etnis Jawa datang ke Rokan Hulu didasarkan pada
program transmigrasi dan ada juga yang merantau sendiri-sendiri seperti ada
yang datang dari Medan (Sumatera Utara) yang merupakan bawaan tentara Jepang
yang dijadikan kuli atau buruh kontrak, berhubung tentara Belanda keluar dari
Rokan Hulu dan adanya informasi tanah yang tidak bertuan, ada juga etnis yang
datang ke Rokan Hulu sendiri-sendiri atau berkelompok-kelompok yang terdiri
dari lima orang atau empat orang (kelompok kecil) sebagian besar dari Jawa
Timur, Pacitan.
Informasi di daerah dari kerabat-kerabat pada tahun
1995 etnis Jawa sudah datang ke Rokan Hulu. Pada saat gerakan PRRI pada tahun
1958 etnis Jawa sudah membuat suatu perkampungan di kawasan Rokan Hulu yang
disebut dengan Kampung Jawa.
Pemukiman tiap-tiap etnis pada saat ini dapat
dikatakan sudah terjadi pembauran yang cukup besar, hal ini terjadi karena
beberapa faktor diaantaranya semakin kompleksnya kebutuhan atau
kepentingan-kepentingan dari etnis-etnis yang ada, faktor ekonomi, hubungan
sosial masyarakat, transportasi dan komunikasi walaupun demikian masih terdapat
pemukiman-pemukiman yang dominan oleh etnis-etnis tertentu
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Melayu yang telah mengerucut sebagai suku bangsa atau
etnis ,orang yang tetap bersetia sebagai Melayu menjadi berbeda misalnya dengan
suku bangsa atau etnis Batak, Aceh, Minang, Banjar, Dayak, Sunda, Jawa, Madura,
Bugis, Ambon dan seterusnya yang telah mendefenisikan diri mereka sebagai suku
bangsa atau etnis selain Melayu.
Dengan ini
orang Melayu kemudian mendefenisikan dirinya sebagai masyarakat yang
bermastautin turun-temurun atau berasal–usul dari masyarakat yang mendiami
wilayah bekas kerajaan-kerajaan melayu seperti di wilayah provinsi Riau
khususnya Rokan Hulu.
B.
Saran
Semoga
dengan tersusunnya makalah ini dapat memberikan gambaran dan menambah wawasan
kita tentang Asal – usul
Orang melayu dan Etnis lainnya di Rokan Hulu. Dari
pembahasan materi ini kami mengalami beberapa kendala dalam penyusunan makalah
ini. Maka ada beberapa kesalahan oleh kami atau kekurangan. Oleh karena itu
kami juga membutuhkan saran dari pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://deutromalayan.blogspot.com/2012/10/suku-melayu-rokan-hulu.html
http://lentaraguru.blogspot.com/2016/12/sejarah-atau-asal-usul-kedatangan.html
http://erwinmakalah.blogspot.com/2017/10/tentang-rokan-hulu-lengkap.html
http://bangqor-group.blogspot.com/2016/11/bab-i-pendahuluan-a.html
No comments:
Post a Comment